Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Kalsel memperingati Tragedi 27 Juli 1996 lalu, dengan tahlil dan doa bersama untuk peristiwa Kudatuli tersebut.
“Peringatan ini merupakan intruksi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan yang dilaksanakan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) maupun Dewan Pimpinan Cabang (DPC) se Indonesia,” kata Sekretaris PDI Perjuangan Kalsel, M Syaripuddin, usai tahlil dan doa bersama, Selasa (26/7) malam, di Banjarmasin.
Menurut Bang Dhin, panggilan akrab M Syaripuddin, kegiatan yang dikemas dalam bentuk serasehan sejarah politik ini untuk mengingat pengurus dan kader partai terhadap peristiwa kelam tersebut.
“Peristiwa tersebut hingga kini belum terungkap aktor dibaliknya, padahal sudah 26 tahun yang lalu,” tambah Wakil Ketua DPRD Kalsel.
Apalagi Tragedi 27 Juli tersebut merupakan peristiwa kelam demokrasi yang terjadi pada zaman tersebut, sehingga perlu diingat dan dikenang seluruh jajaran PDI Perjuangan.
Peristiwa Kudatuli merupakan dampak dualisme di tubuh PDI, yang pangkal permasalahan adalah campur tangan rezim otoriter Orde Baru dalam internal partai. Akibatnya, 16 fungsionaris DPP PDI memisahkan diri dari kepengurusan Megawati dan mengandakan kongres tandingan di Medan. Padahal sebelumnya PDI sudah melaksanakan kongres di Surabaya pada 1993 yang secara resmi memilih Megawati sebagai Ketua Umum PDI. Kongres PDI di Medan pada 22 Juni memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Kekisruhan di tubuh PDI memantik berbagai insiden hingga pecah peristiwa Kudatuli, yang memperebutkan kantor PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat yang dijaga ratusan pro Megawati, sementara rombongan orang berbaju merah mendatangi gedung tersebut, yang diguga sebagai pendukung Soerjadi.
Bentrokan kedua kubu tidak bisa dihindari, sehingga menimbulkan kerusuhan yang menelan korban jiwa dan kerusakan fasilitas umum di kawasan tersebut